Transportasi
umum adalah salah satu hal yang dekat dengan rutinitas sehari-hari. Salah satu
transportasi umum yang ada hampir di seluruh pelosok nusantara adalah angkutan
umum. Baik di desa atau di perkotaan, angkutan umum menjadi tulang punggung
mobilitas masyarakat. Biasanya, berbeda daerah, berbeda pula ciri khas angkutan
umum. Ciri khas itu di Pulau Jawa biasa ditunjukkan dari warna kendaraan,
tulisan penunjuk daerah, atau jenis kendaraan yang digunakan.
Berbeda
dari beberapa ciri khas di atas, angkutan umum di Pulau Tagulandang menyajikan
konsep yang unik. Dimulai dari nama yang khas yaitu oto, bahasa ibu pulau Tagulandang untuk kata mobil. Jadi jangan
sekali-kali mencari angkot, mikrolet, atau metromini di tempat ini, karena
dipastikan tidak ada. Hanya ada oto. Keberadaan
oto pun sangat eksklusif, atau bisa dibilang
sangat terbatas. Kita hanya bisa menemukan oto
di hari selasa, kamis, dan sabtu bersamaan dengan adanya pasar harian. Intinya,
keberadaan oto mengikuti keberadaan
pasar di hari-hari tertentu.
Bagian Luar oto (Dok. Tim SM3T IV Tagulandang) |
Oto kebanyakan tidak berpenutup belakang. Bagian bodi kanan dan kiri memiliki rongga-rongga tidak berkaca yang unik. Tidak pernah saya temui di Jawa. Untuk menarik pelanggan, para supir memodifikasi oto sedemikian rupa. Mulai dari desain cat luar, langit-langit bagian dalam mobil yang dihiasi lampu dan karakter kartun, serta pengeras suara yang terpasang apik. Pengeras suara yang dipasang pada bodi dan interior dalam mobil pun kebanyakan bass. Sehingga saat musik diputar, maka bunyinya mendentum jauh sampai ke luar kendaraan. Apalagi saat menjelang malam hari, lampu warna-warni yang tertata di setiap sudut mobil menyala menimbulkan efek cahaya mejikuhibiniu yang menari berputar-putar. Ditambah pilihan musik warga sekitar yang kebanyakan candu remix dan disko. Jadilah angkutan umum itu macam arena disko berjalan. Lumayan, sebagai peramai sepinya jalanan tanpa lampu di pulau ini.
Meski
pulau ini termasuk dalam daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, namun
teknologi semacam smartphone, laptop, dan lainnya sudah dijangkau oleh warga.
Hanya saja, tidak ada jaringan telekomunikasi yang mendukung. Jadi, jangan sedih jika kita
tidak candu pada musik disko yang diputar sopir oto. Kita bisa request lagu lain, bahkan bisa menyodorkan USB yang
berisi lagu favorit kita untuk diputar dalam oto. Para sopir sudah
familiar dengan media semacaum USB. Pun, tidak usah takut, karena masyarakat di
daerah ini sangat kooperatif dan toleransi, terutama pada pendatang. Asal kita
meminta dengan ramah dan sopan.
Interior Dalam Oto - Abaikan Model :) (Dok. Tim SM3T IV Tagulandang) |
Satu
lagi yang membuat pelanggan nyaman adalah keberadaan kondektur. Meski oto bukan kendaraan besar macam bis di
dalamnya terdapat seorang kondektur. Selain bertugas untuk menarik pembayaran,
kondektur juga dengan ramah membantu penumpang menurunkan barang atau anak
kecil dari oto. Mereka pun sigap jika
diinformasikan tempat pemberhentian yang di tuju penumpang. Namun ada hal yang
disayangkan yaitu imbas dari keterbatasan jumlah oto. Karena keterbatasan ini terkadang membuat penumpang memaksakan
untuk tetap menaiki oto meski
kuotanya telah melebihi batas. Hal ini tentu berbahaya.
Nah, sampai
saat ini, fasilitas umum oto di Pulau
Tagulandang belum juga di bawah naungan pemerintah. Sehingga, ongkos yang
dipatok pun cenderung mahal. Persaingan antar pemilik oto pun habis-habisan. Semakin bagus modifikasi oto, semakin diminati penumpang pula.
Artinya, semakin banyak modal yang dimiliki pengusaha oto, maka kesempatan berkembangnya usaha akan semakin besar. Dan,
kabar buruk bagi pemilik modal pas-pasan. Mungkin akan lebih baik jika
pemerintah memberikan aturan baku bagi pemilik usaha oto, tentang batasan tarif dan lain sebagainya. Sehingga, fasilitas
ini tetap terjaga kelestariannya dengan tidak merugikan pengusaha maupun
penumpang oto.
Bgus critaya
BalasHapusTp da kalimat yag krng dek paragraf 4 heeeee